Posted by : Unknown Selasa, 16 April 2013




A.   Biografi Al Kindi
Al-Kindi dikenal sebagai filosof  muslim keturunan Arab pertama, nama lengkapnya adalah Abu Yusuf  Yakub ibn al-Shabbah ibn Imran ibn Muhammad ibn al-Asy’as ibn Qais al-Kindi. Ia populer dengan sebutan al-Kindi, yaitu dinisbatkan kepada Kindah, yakni suatu kabilah terkemuka pra-Islam yang merupakan cabang dari Bani Kahlan yang menetap di Yaman, yang juga Kindah sejak dulu menempati daerah selatan Jazirah Arab yang tergolong memiliki apresiasi kebudayaan yang cukup tinggi dan banyak dikagumi orang.
Ia lahir di Kufah sekitar 185 H (801 M) dari keluarga kaya dan terhormat. Kakek buyutnya, al-Asy’as ibn Qais adalah salah seorang sahabat Nabi yang gugur bersama Sa’ad ibn Abi Waqqas dalam peperangan antara kaum muslimin dengan Persia di Irak.Sedangkan ayahnya, Ishaq ibn al-Shabbah adalah gubernur Kufah pada masa pemerintahan Al-Mahdi (775-785 M) dan Al-Rasyid (786-809 M).

B.   Filsafat Al Kindi
Menurut al-Kindi, filosof adalah orang yang berupaya memperoleh kebenaran dan hidup mengamalkan kebenaran yang diperolehnya yaitu orang yang hidup menjunjung tinggi nilai keadilan atau hidup adil.Dengan demikian, filsafat yang sebenarnya bukan hanya pengetahuan tentang kebenaran, tetapi di samping itu juga merupakan aktualisasi atau pengamalan dari kebenaran itu.Filosof yang sejati adalah yang mampu memperoleh kebijaksanaan dan mengamalkan kebijaksanaan itu.Hal yang disebut terakhir menunjukkan bahwa konsep al-Kindi tentang filsafat merupakan perpaduan antara konsep Socrates dan aliran Stoa.Tujuan terakhir adalah dalam hubungannya dengan moralita.
Al-kindi menegaskan juga bahwa filsafat yang paling tinggi tingkatannya adalah filsafat yang berupaya mengetahui kebenaran yang pertama, kausa daripada semua kebenaran, yaitu filsafat pertama.Filosof yang sempurna dan sejati adalah yang memiliki pengetahuan tentang yang paling utama ini.Pengetahuan tentang kausa (‘illat) lebih utama dari pengetahuan tentang akibat (ma’lul, effect). Orang akan mengetahui tentang ralitas secara sempurna jika mengetahui pula yang menjadi kausanya.
C.   Karya-Karya Al Kindi
Sebagai seorang filosof Islam yang produktif, diperkirakan karya yang pernah ditulis al-Kindi dalam berbagai bidang tidak kurang dari 270 buah. Dalam bidang filsafat, diantaranya adalah:
1.   Kitab Al-Kindi ila Al-Mu’tashim Billah fi al-Falsafah al-Ula (tentang filsafat pertama),
2.   Kitab al-Falsafah al-Dakhilat wa al-Masa’il al-Manthiqiyyah wa al Muqtashah wa ma fawqa al-Thabi’iyyah (tentang filsafat yang diperkenalkan dan masalah-masalah logika dan muskil, serta metafisika),
3.   Kitab fi Annahu la Tanalu al-Falsafah illa bi ‘ilm al-Riyadhiyyah (tentang filsafat tidak dapat dicapai kecuali dengan ilmu pengetahuan dan matematika),
4.   Kitab fi Qashd Aristhathalis fi al-Maqulat (tentang maksud-maksud Aristoteles dalam kategori-kategorinya),
5.   Kitab fi Ma’iyyah al-‘ilm wa Aqsamihi (tentang sifat ilmu  pengetahuan dan klasifikasinya,
6.    Risalah fi Hudud al-Asyya’ wa  Rusumiha (tentang definisi benda-benda dan uraiannya),
7.    Risalah fi Annahu Jawahir la Ajsam (tentang substansi-substansi tanpa badan),
8.   Kitab fi Ibarah al-Jawami’ al  Fikriyah (tentang ungkapan-ungkapan mengenai ide-ide komprehensif),
9.   Risalah al-Hikmiyah fi Asrar al-Ruhaniyah (sebuah tilisan filosofis tentang rahasia-rahasia spiritual),
10.                Dan Risalah fi al-Ibanah an al-‘illat al-Fa’ilat al-Qaribah li al-kawn wa al-Fasad (tentang penjelasan mengenai sebab dekat yang aktif terhadap alam dan kerusakan)
D.   Ketuhanan Menurut Al Kindi
Sebagaimana halnya dengan filosof-filosof Yunani dan filosof-filosof Islam lainnya, al-Kindi, selain dari filosof adalah juga ahli ilmu pengetahuan. Pengetahuan ia bagi ke dalam dua bagian:
1.   Pengetahuan Ilahi (علم الهيDivine science),  sebagaimana yang tercantum dalam Al-Qur’an: yaitu pengetahuan lansung yang diperoleh Nabi dari Tuhan. Dasar pengetahuan ini ialah keyakinan.
2.    Pengetahuan manusiawi (علم انسانيhuman science) atau filsafat. Dasarnya ialah pemikiran (ratio-reason)
 Filsafat  baginya ialah pengetahuan tentang yang benar (بحث عن الحق, knowledge of truth). Di sinilah terlihat persamaan filsafat dan agama. Tujuan agama ialah menerangkan apa yang benar dan apa yang baik, filsafat itu pulalah tujuannya. Agama, disamping wahyu, mempergunakan akal, dan filsafat  juga mempergunakan akal. Yang benar pertama ( الأول الحق the first truth) bagi al-Kindi ialah Tuhan. filsafat dengan demikian membahas soal Tuhan dan agama ini pulalah dasarnya. Dan filsafat yang paling tinggi ialah filsafat tentang Tuhan. Sebagaimana kata al-Kindi:

وَأسرَفُ  الفَلسَفةِ وأعْلاهاَ مَرْتبَةً الفَلسفةُ الأُوْلى أعْنىِ  عِلمَ الحَقِّ الأوَّلِ  هُوَ عِلَّةُ كُلِّ حَقٍّ

“Filsafat yang termula dan tertinggi derajatnya adalah filsafat utama, yaitu ilmu tentang yang benar pertama, yang menjadi sebab bagi segala yang benar.”
Adapun mengenai Ketuhanan, bagi al-Kindi, Tuhan adalah wujud yang sempurna dan tidak didahului wujud lain. Wujud-Nya tidak  berakhir, sedangkan wujud lain disebabkan wujud-Nya. Tuhan adalah Maha Esa yang tidak dapat dibagi-bagi dan tidak ada dzat lain yang menyamai-Nya dalam segala aspek. Ia tidak dilahirkan dan tidak pula melahirkan.
Sesuai dengan faham yang ada di dalam Islam, Tuhan bagi al-Kindi adalah Pencipta dan bukan penggerak pertama sebagaimana pendapat Aristoteles. Alam bagi al-Kindi bukan kekal  dizaman lampau (qadim) tetapi mempunyai permulaan. Pendapat al-Kindi yang demikian menunjukkan betapa kuatnya pengaruh ilmu kalam pada waktu itu. Dalam hal membuktikan adanya Tuhan, al-Kindi mengemukakan dalil empiris, yaitu: 1. dalil baharu alam, 2. dalil keragaman dan kesatuan, dan 3. dalil pengendalian alam.

E.   Manusia Menurut Al Kindi
Jiwa merupakan unsur utama bagi manusia, bahkan ada yang mengatakan sebagai intisari dari manusia. Kaum filosof muslim memakai kata al-nafs (jiwa) terhadap apa yang diistilahkan Alquran sebagai al-ruh. Kata ini telah masuk ke dalam bahasa Indonesia menjadi nafsu, nafas, dan roh.
Alquran dan Hadis Nabi Muhammad SAW tidak menjelaskan secara tegas tentang roh atau jiwa. Bahkan Alquran sebagai sumber pokok ajaran Islam, menginformasikan bahwa manusia tidak akan mengetahui hakikat roh karena itu adalah urusan Allah dan bukan urusan manusia.
Sebagaimana jiwa dalam filsafat Yunani, al-Kindi mengatakan bahwa jiwa adalah jauhar basith (tunggal, tidak tersusun, tidak panjang dan tidak lebar). Jiwa mempunyai arti penting, sempurna, dan mulia. Substansinya berasal dari Allah. Hubungannya dengan Allah sama dengan hubungan cahaya dengan matahari. Jiwa mempunyai wujud tersendiri, terpisah, dan berbeda dengan jasad atau badan. Jiwa bersifat rohani dan Ilahi. Sementara itu, jisim (tubuh) mempunyai hawa nafsu dan amarah.
Argumen tentang perbedaan jiwa dengan badan, menurut al-Kindi, jiwa menentang keinginan badan. Apabila nafsu marah mandorong manusia untuk melakukan kejahatan, maka jiwa menentangnya. Hal ini dapat dijadikan indikasi bahwa jiwa yang melarang tentu tidak sama dengan badan sebagai yang dilarang.
Dalam hal ini, al-Kindi menolak pendapat Aristoteles yang mengatakan bahwa jiwa manusia sebagaimana benda-benda, tersusun dari dua unsur, yakni materi dan bentuk. Materi ialah badan. Bentuk ialah jiwa manusia. Bentuk atau jiwa tidak bisa mempunyai wujud tanpa materi atau badan, dan begitu pula sebaliknya. Pendapat ini mengandung arti kemusnahan badan membawa kemusnahan jiwa. Namun pendapat al-Kindi dalam masalah ini lebih dekat pada pendapat Plato yang mengatakan bahwa kesatuan antara jiwa dan badan adalah kesatuan accident. Binasanya badan tidak membawa binasanya jiwa. Di sisi lain al-Kindi juga menolak pendapat Plato yang mengatakan bahwa jiwa berasal dari alam ide.
Menurut Al-kindi roh tidak tersusun tetapi mempunyai arti penting, sempurna dan mulia. Subtansinya berasal dari subtansi Tuhan. Hubungannya dengan Tuhan sama dengan hubungan cahaya dengan matahari.
Jiwa mempunyai 3 daya, yaitu daya bernafsu, daya pemarah dan daya berfikir. Daya berpikir itu yang disebut akal. Menurut Al-Kindi ada tiga macam akal : akal yang bersifat potensil, akal yang telah keluar dari sifat potensil menjadi aktuil. Dan akal yang telah mencapai tingkat kedua dari aktualitas disebut Yang Kedua.
Akal yang potensil tidak bisa mempunyai sifat aktuil jika tidak ada kekuatan yang menggerakkannya dari luar. Oleh karena itu, bagi Al-Kindi ada lagi satu macam akal yang mempunyai wujud di luar roh manusia, dan bernama akal yang selamanya  dalam aktualitas. Akal ini, karena selamanya dalam aktualitas, ialah yang membuat akal yang bersifat potensil dalam roh manusia menjadi aktuil. Sifat-sifat akal ini :
1)      Ia merupakan Akal Pertama
2)      Ia selamanya dalam aktualitas
3)      Ia merupakan species dan genus
4)      Ia membuat akal potensil menjadi aktuil berpikir
5)      Ia tidak sama dengan akal potensil tetapi lain dari padanya
    Akal pertama ini bagi Al-Kindi, mengandung arti banyak, karena dia adalah universal. Dalam limpahan dari Yang Maha Satu, akal inilah yang pertama-tama merupakan yang banyak.

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © AHMAD RIFA'I - Hatsune Miku - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -