Posted by : Unknown Selasa, 16 April 2013




A.     Pengertian
Menurut Teaching Human Rights yang diterbitkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia, yang tanpanya mustahil dapat hidup sebagai manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia. Hak hidup, misalnya, adalah klaim untuk memperoleh dan melakukan segala sesuatu yang dapat membuat seseorang tetap hidup. Tanpa hak tersebut eksistensinya sebagai manusia akan hilang.
Hak Asasi Manusia ini tertuang dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Menurut UU ini, hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk tuhan yang maha esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan sertan perlindungan harkat dan martabat manusia.

B.     Perkembangan HAM di Eropa
1.      Sebelum Deklarasi Universal
Para ahli HAM menyatakan bahwa sejarah perkembangan HAM bermula dari kawasan Eropa. Sebagian mengatakan jauh sebelum mengatakan peradaban Eropa muncul, HAM telah popular di masa kejayaan Islam seperti yang akan diuraikan bagian lain bab ini. Wacana awala HAM di Eropa dimulai dengan lahirnya Magna Charta yang membatasi kekuasaan absolut para penguasa atau raja-raja. Kekuasaan absolut raja, seperti menciptakan hukum tetapi tidak terikat dengan peraturan yang mereka buat, menjadi dibatasi dan kekuasaan mereka harus dipertanggungjawabkan secara hukum. Sejak lahirnya Magna Charta (1215), raja yang melanggar kekuasaan harus diadili dan mempertanggungjawabkan kebijakan pemerintahannya di hadapan parlemen. Sekalipun kekuasaan para raja masih sangat dominan dalam hal pembuatan undangan-undang, Magna Charta telah menyulut ide tentang keterikatan penguasa kepada hukum dan pertanggungjawaban kekuasaan mereka kepada rakyat.
Empat abad kemudian, tepatnya pada 1689, lahir Undang-Undang Hak asasi manusia (HAM) di Inggris. Pada masa itu pula muncul istilah equality before the law, kesetaraan manusia di muka hukum. Pandangan ini mendorang timbulnya wacana negara hukum dan negara demokrasi pada kurun waktu selanjutnya. Menurut bill of rights, asas persamaan manusia di hadapan hukum harus diwujudkan betapa pun berat rintangan yang dihadapi, kaarena tanpa hak persamaan hak waraga negara tersebut, lahirlah sejumlah istilah dan teori social yang identik dengan perkembangan dan karakter masyarakat Eropa, dan selanjutnya Amerika: kontrak sosial (J.J. Rousseau), trias politica (Montesquieu), teori kodrati (John Locke), dan hak-hak dasar persamaan dan kebebasan (Thomas Jefferson).
Pada 1789, lahir deklarasi Perancis. Deklarasi ini memuat aturan-aturan hukum yang meminjam hak asasi manusia dlam proses hukum, seperti larangan penangkapan dan penahan seseorang secara sewenang-wenang tanpa alasan yang sah dan penahanan tanpa surat perintah yang dikeluarkan oleh lembaga hukum yang berwenang. Prinsip presumption of innocent adalah bahwa orang-orang yang ditangkap dianggap tidak bersalah sampai ada keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan ia bersalah. Prinsip ini kemudian dipertegas oleh prinsip-prinsip HAM lain, seperti kebebasan mengeluarkan pendapat, kebebasan beragama, perlindungan hak milik, dan hak-hak dasar lainnya.
Perkembangan HAM selanjutnya ditandai oleh munculnya wacana empat hak kebebasan manusia (the four freedoms) di Amerika Serikat pada 6 Januari 1941, yang diproklamirkan oleh Presiden Theodore Roosevelt. Keempat hak ini yaitu: hak kebebasan berbicara dan menyatakan dan menyatakan pendapat; hak kebebasan memeluk agama dan beribadah sesuai dengan ajaran agama masing-masing yang dipeluknya; hak bebas dari kemiskinan; dan hak bebas dari rasa takut.
Tiga tahun kemudian, dalam konferensi buruh internasional di Philadelphia, Amerika Serikat,  dihasilkan sebuah deklarasi HAM. Deklarasi Philadelphia 1994 ini menurut pentingnya menciptakan perdamaian dunia berdasarkan keadilan sosila dan perlindungan seluruh manusia apa pun ras, kepercayaan, dan jenis-jenis kelaminnya.

2.      Setelah Deklarasi Universal HAM 1948
Secara garis besar, perkembangan pemikiran tentang HAM pasca-perang dunia ii dibagi menjadi empat kurun generasi.
Generasi pertama. Menurut generasi ini pengertian HAM hanya berpusat pada bidang hukum dan politik.
Generasi kedua. Pada era ini pemikiran HAM tidak saja menuntut hak yuridis seperti yang dikampanyekan generasi pertama, tetapi juga menyerukan hak-hak sosial, ekonomi, dan budaya.
Generasi ketiga. Generasi ini menyerukan wacana kesatuan HAM antara hak ekonomi, sosial, budaya, politik, dan hukum dalam satu bagian integral yang dikenal dengan istilah hak-hak melaksanakan pembangunan (the rights of development), sebagaimana dinyatakan oleh komisi keadilan internasional (Interntional commission of justice).
Generasi keempat. Di era ini ditandai oleh lahirnya pemikiran kritis HAM. Pemikiran HAM genersi keempat dipelopori oleh negara-negara di kawasan Asia pada tahun 1983 melahirkan deklarasi HAM yang dikenal dengan declaration of the basic duties of Asia people and goverment.

3.      Perkembangan HAM di Indonesia
Wacana HAM di Indonesia telah berlangsung seiring dengan berdirinya negara kesatuan republic Indonesia (NKRI). Secara garis besar, perkembangan pemikiran HAM di Indonesia dapat dibagi kedalam dua periode: sebelum kemerdekaan (1908-1945) dan sesudah kemerdekaan.
a.      Periode Sebelum Kemerdekaan (1908-1945)
Pemikiran HAM dalam periode sebelum kemerdekaan dapat dijumpai dalam sejarah kemunculan organisasi pergerakan nasional, seperti boedi oetomo (1908), sarekat Islam (1911), indische partij (1912), partai komunis Indonesia (1920), perhimpunan indonesia (1925), dan partai nasional Indonesia (1927). Lahirnya organisasi pergerakan nasional ini tidak bisa dilepaskan dari sejarah pelanggaran HAM yang dilakukan oleh penguasa colonial, penjajahan, dan persamaan hak-hak masyarakt tejajah. Puncak perdebatan HAM yang dilontarkan oleh para tokoh pergerakan nasional, seperti Soekarno, Agus Salim, MoHAMmad Natsir, moHAMmad yamin, K.H. Mas Mansur, K.H. wachid hasyim, dan Mr. maramis, terjadi dalam siding BPUPKI tersebut para tokoh nasional berdebat dan berunding merumuskan dasar-dasar ketatanegaraan dan kelengkapan negara dan warga negara dalam negara yang hendak diproklamirkan.
b.      Periode Setelah Kemerdekaan
Perdebatan tentang HAM terus berlanjut sampai periode pasca-kemerdekaan Indonesia: 1945-1950, 1950-1959, 1959-1966, 1966-1998, dan periode HAM Indonesia kontemporer (pasca-Orde Baru)
1.      Periode 1945-1950
Pemikiran HAM pada periode awl pasca-kemerdekaan masih menekankan pada wacana hak untuk merdeka, serta hak kebebasan untuk menyampaikan pendapat terutama di parlemen. Panjang periode ini, wacana HAM bisa dicirikan pada:
a.      Bidang Sipil dan Politik, melalui;
- UUD 1945 (pembukaan, pasal 26, pasal 27, pasal 28, pasal 29, pasal 30,
  Penjelasan pasal 24 dan 25);
- Maklumat Pemerintah 1 November 1945;
- Maklumat Pemerintah 3 November 1945;
- Maklumat Pemerintah 14 November 1945;
- KRIS, kususnya bab V, pasal 7-33; dan
- KUHP pasal 99.
b.      Bidang ekonomi, sosial dan budaya melalui:
-  UUD 1945 (pasal 27, pasal 31, pasal 33, pasal 34, penjelasan pasal 31-32)
-  KRIS pasal 36-40
2.      Periode 1950-1959
Periode 1950-1959 dikenal dengan masa demokrasi parlementer. Sejarah pemikiran HAM  pada masa ini tercatat sebagai masa yang sangat kondusif  bagi sejarah perjalanan HAM  di Indonesia. Sejalan dengan prinsip demokrasi liberal di masa itu, suasana kebebasan mendapat tempat dalam kehidupan politik nasional. Tercatat pada periode ini Indonesia merativikasi  dua konvensi internasional HAM,  yaitu:
1.      Konvensi genewa (1949) yang mencakup  perlindungan bagikorban perang, tawanan perang, danperlindungan sipil di waktu perang.
2.      Konvensi tentang hak politik perempuan yang mencakup hak perempuan untuk memilih dan di pilih tanpa perlakuan diskrimnasi, serta hak perempuan untukmenempati jabatan public.
3.      Periode 1959-1966
Periode ini merupakan masa berakhirnya  demokrasi liberal, digantikan oleh sistim demokrasi terpimpin yang berpusat pada kekuasaan presiden sukarno. Demokrasi terpimpin (guided democracy) tidak lain sebagai bentuk penolakkan presiden sukarno  terhadap system demokrasi parlementer yang di nilainya sebagai produk barat. Menurut sukarno, demokrasi parlementer tidak sesuai dengan  karakter bangsa indonesia yang telah  memiliki tradisinya sendiri dalam kehidupan bermasyarakat  dan bernegara.
4.      Periode 1966-1998
Pada mulanya, lahirlah orde baru menjanjikan harapan baru bagi penegak HAM di Indonesia. Berbagai seminar tentang HAM dilakukan orde baru. Namun pada kenyataannya, orde baru telah menorehkan sejarah hitam pelanggaran HAM di Indonesia, janji janji orde baru tentang pelaksanaan HAM di Indonesia mengalami ke munduran sangat pesat sejak awal 1970- an hingga 1980- an. Setelah mendapat mandat konstitusional dari siding MPRS, pemerintah orde baru mulai menunjukkan watak aslinya sebagai kekuasaan  yang anti- HAM yang dia nggapnya sebagai produk barat.
Di tengah kuatnya peran negara, suara perjuangan HAM dilakukan oleh kalngan organisasi nonpemerintah atau lembaga swadaya masyarakat (LSM). Upaya penegakan HAM oleh kelompok- kelompok nonpemerintah membuahkan hasil yang menggembirakan di awal ’90-an. Kuatnya tuntutan penegakan HAM dari kalangan masyarakat mengubah pendirian pemerintah Orde-Baru untuk bersikap lebih akomodatif terhadap tuntutan HAM. Satu diantara sikap akomodatif pemerintah tercermin dalam persetujuan pemerintah terhadap pembentukan komisi nasional hak asasi manusia (Komnas HAM) melalui keputusan presiden (kepres). Kehadiran Komnas HAM adalah untuk memantau dan menyelidiki pelaksanaan HAM, member pendapat, pertimbangan, dan saran kepada pemerintah perihal pelaksanaan HAM. Lembaga ini juga membantu pengembangan dan pelaksaan HAM yang sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Sayangnya, sebagai lembaga bentukan pemerintah Orde Baru penegakan HAM tidak berdaya dalam mengungkap pelanggaran-pelanggaran HAM yang dilakukan oleh negara.
Sikap akomodatih lainnya ditunjukkan dengan dukungan pemerintah meratifikasi tiga konvensi HAM: (1) Konvensi tentang penghapusan Segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan, melalui UU No. 7 Tahun 1984; (2) Konvensi anti-apatheid dalam olahraga, melalui UU No. 48 Tahun 1993; dan (3) Konvensi hak anak, melalui keppres No. 36 Tahun 1990
5.      periode Pasca-Orde Baru
Tahun 1998 adlah era paling penting dalam sejarah HAM di Indonesia. Lengsernya tampuk kekuasaan Orde Baru sekaligus menandai berakhirnya rezim militer di Indonesia dan datangnya era baru demokrasi dan HAM, setelah tiga puluh tahun lebih terpasung di bawah rezim otoriter. Pada tahun ini, Presiden Soeharto digantikan oleh B.J. Habibie yang kala itu menjabat sebagai Wakil Presiden RI.
Pada masa pemerintahan Habibie misalnya, perhatian pemerintah terhadap pelaksanaan HAM mengalami perkembangan yang sangat signifikan. Lahirnya Tap MPR No. XVII/MPR/1998 tentang HAM merupakan salah satu indicator keseriusan pemerintahan era Reformasi akan penegakan HAM.
Kesungguhan pemerintahan B.J. Habibie dalam perbaikan pelaksaan HAM ditunjukkan dengan perancangan program HAM yang dikenal dengan istilah Rencana Aksi Nasional HAM, pada Agustus 1998. Agenda HAM ini bersandarkan pada empat pilar, yaitu: (1) Persiapan pengesahan perangkat internasional di bidang HAM; (2) Diseminasi informasi dan pendidikan bidang HAM; (3) Penentuan skala prioritas pelaksanaan HAM; dan (4) Pelaksanaan isi perangkat internasional di bidang HAM yang telah diratifikasi melalui perundang-undangan nasional.
Komitmen pemerintah terhadap penegakan HAM juga ditunjukkan dengan penegkan UU tentang HAM, pembentukan kantor menteri Negara urusan HAM yang kemudian digabung dengan Departemen Hukum dan Perundang-undangan menjadi departemen Kehakiman dan HAM, penambahan pasal-pasal khusus tentang HAM dalam Amandemen UUD 1945, penerbitan inpres tentang pengurusutamaan gender dalam pembangunan nasional, pengesahan UU tentang pengadilan HAM. Pada tahun 2001, Indonesia juga mendatangi 2 protokol Hak Anak, yakni protocol yang terkai dengan larangan perdagangan, protitusi, dan pornografi anak, serta protocol yang terkait dengan keterlibatan anak dalam konflik dalam bersenjata. Menyusul kemudian, pada tahun yang sama pemerintah membuat beberapa pengesahan tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga, dan penerbitan Keppres tentang Rencana Aksi Nasional (RAN) HAM Indonesia Tahun 2004-2009.

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © AHMAD RIFA'I - Hatsune Miku - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -