Posted by : Unknown Kamis, 25 April 2013

            Maka konstruktivis yang dipaparkan Weldes tentang Constucted national interest  dapat digunakan adalah:
Masalah wilayah perbatasan memang perlu segera memperoleh perhatian, karena ternyata tidak saja rawan atas sengketa dan pencaplokan wilayah oleh negara lain. Namun, jika tidak diurus dan dikelola dengan baik, maka akan menimbulkan banyak masalah lainnya. Oleh karena itu, agar keutuhan wilayah negeri ini tetap terjaga dan lestari. Penyesalan mengenai kehilangan wilayah, tidak terulang lagi. Dan tidak cukup hanya dengan sikap tegas, unjuk kekuatan, atau bahkan hanya dengan sekedar luapan sikap yang emosional.
            Pertama; melakukan pembinaan mengenai pengelolaan dan pelestarian sumber daya alam (SDA), membangun infrastruktur dan sarana perhubungan, serta pembinaan wilayah dan pertahanan.  Pemerintah pusat perlu menetapkannya sebagai wilayah karantina, salah satunya dengan memasang mercusuar.
 Kedua, perlu dikembangkan kegiatan ekonomi di kawasan wilayah perbatasan, terutama kawasan yang memiliki kandungan sumber daya alam tambang dan minyak. Selama ini perekonomian kawasan perbatasan di kabupaten Sambas mengalami ketertinggalan dibandingkan dengan kawasan perbatasan negara tetangga (Serawak Malaysia), sehingga menyebabkan tingginya tingkat kesenjangan pembangunan.
Ketiga,  mengerahkan dana dan upaya secara terpadu untuk mengamankan wilayahnya sendiri, antara lain untuk membangun pos-pos pengamatan dan pembangunan mercusuar, baik di darat maupun di laut, terutama di wilayah yang memiliki nilai ekonomis yang sangat tinggi.
Kemudian pematokan perbatasan yang paling bagus dan efektif  namun memiliki makna yang sangat penting dan strategis dalam upaya mempertahankan kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI. Hilangnya tanda batas menimbulkan permasalahan yang serius diantara kedua negara yang bertetangga.
.
Selain itu, kewajiban Indonesia dan Malaysia [sebagai successor parties] untuk menindaklanjuti isi dan semangat perjanjian kolonial itu ke dalam persetujuan bilateral yang mengatur secara rinci situasi di lapangan, termasuk penetapan atau pemasangan tapal-batas di sepanjang garis demarkasi.  Indonesia mewarisi wilayah negara dari penjajah Belanda (1945) sedangkan Malaysia mewarisi wilayah dari Inggeris (1957).
BAGAIMANA seyogianya kita menyikapi sekiranya terjadi ‘gap’ antara ketentuan yang terdapat pada perjanjian internasional (termasuk buatan pemerintah kolonial Belanda dengan Inggeris) dengan dinamika atau perubahan natural di lapangan? Pertama, kita perlu mengenali adanya perbedaan dalam ‘nature’ batas-wilayah RI – Malaysia, antara batas darat dan batas laut.
Batas wilayah darat dengan mudah dan benar ditetapkan, berdasarkan koordinat yang telah ditetapkan dalam perjanjian kolonial Inggeris – Belanda.  Sekiranya ada ‘kekeliruan’ dengan mudah dikoreksi berdasarkan asas ‘in good faith’ dan ‘bertetangga baik’. Maksudnya bukan untuk ‘mengompromikan’ apa yang telah sah menjadi hak Republik Indonesia, tetapi lebih merupakan pengaturan secara detil di lapangan, termasuk penetapan koordinatnya.
Apabila isunya merupakan perdebatan hukum, bukan domain politik apalagi militer. Maka, sekiranya ada perbedaan atau kekeliruan dalam penetapan tapal-batas di lapangan verifikasi dulu, seperti disarankan oleh semua fraksi, termasuk Partai Demokrat. Sekiranya terdapat ‘gap’, mari kita selesaikan melalui cara-cara damai. Berdasarkan asas ini, apa yang menjadi ‘bones of contention’ dapat diselesaikan berdasarkan ‘political will’  yang kuat dari kedua pihak di meja perundingan dengan semangat ‘in good faith’ tapi  memiliki dasar hukum yang kuat.
Peran diplomasi tetap diperlukan oleh Kementerian Luar Negeri, namun  harus mengubah gayanya yang selama ini dilakukan, karena pandanga-pandangan yang diajukan oleh pakar Kemenlu, dan politisi di DPR tentang tidak perlunya Indonesia mediasi dalam diplomasi.[1]  
Dari beberapa langkah konstruktivisme di atas terlihat setiap kepentingan aktor terbentuk melalui proses belajar, interaksi dan persuasi  dengan aktor-aktor lingkungannya.


[1] Abu Bakar Eby Hara, Pengantar Analisis Politik Luar negeri dari Realisme sampai Konstruktivisme, hlm 147

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © AHMAD RIFA'I - Hatsune Miku - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -