Posted by : Unknown Kamis, 25 April 2013




Zionisme, dan Kemerdekaan Israel
 
Situasi politik di benua Eropa dengan pecahnya Perang Dunia l (1914-1918) memberi awal peluang bagi Zionisme untuk menggapai cita-citanya tersebut. Inggris yang terlibat dalam Perang Dunia l melawan Jerman, bermain mata dengan gerakan zionis pimpinan Herzl dan bangsa-bangsa yang berada di bawah otoritas Dinasti Ottoman ( Usmaniyah), Turki.
Inggris[1] di satu pihak mendorong bagi bangkitnya nasionalisme Arab untuk melawan kekuasaan dinasti Ottoman yang memihak Jerman saat itu. Di pihak lain, Inggris berjanji membantu gerakan Zionisme mewujudkan sebuah “negara Zionis” di Palestina terjadi semacam konspirasi internasional yang membentangkan jalan bagi berdirinya negara Yahudi di tanah Palestina.[2]
Harapan bangsa Yahudi bahwa pada suatu saat mereka dapat kembali ke “tanah yang dijanjikan[3] sudah di depan mata dan ini yang selalu mereka dambakan.  Aliran Zionisme telah dipupuk di berbagai pusat perantauan (Diaspora)[4] Yahudi sepanjang sejarah.  Kerinduan kembali ke Zion[5] amat kuat di antara orang Yahudi Rusia[6] dan Eropa Timur yang sangat menderita akibat berbagai penganiayaan, intensifikasi anti-semitisme di Rusia.[7]
Menurut sejarah, bangsa Yahudi bukan penduduk pertama Palestina. Para ahli arkeolog moderen sepakat, bangsa Mesir dan bangsa Kanaan telah mendiami  tanah Palestina sejak masa paling kuno sekitar 3000 SM hingga sekitar 1700 SM.[8]  Komisi King- Crane AS menyimpulkan pada 1919, bahwa” suatu klaim yang didasarkan atas pendudukan pada masa dua ribu tahun yang lalu tidak dapat dipertimbangkan secara serius.”[9]
Berdirinya negara Israel tidak terlepas dari usaha Zionisme[10]. Zionisme politik lekat dengan nama Theodor Herzl (1860-1904), lahir di Budapest dan koresponden Paris untuk News Preire di Wina[11]. Dialah yang telah menyusun doktrin Zionisme sejak 1882, di Wina[12]. Dan dia pula yang kemudian mengkongkritkan doktrin itu secara sistematis, dengan menerbitkan majalah mingguan Die Welt sebagai sarana resmi bagi problem Zionisme (1897). Pada tahun yang sama, atas inisiatifnya diadakan Kongres Yahudi sedunia di Basel, Swiss yang antara lain memutuskan akan dibentuknya negara Yahudi di Palestina dan sekaligus menciptakan organisasi Zionis Dunia. Herzl terpilih sebagai ketuanya.  Dan sejak saat itu dia berusaha memperoleh izin dari pemerintah Turki Usmaniyah untuk mendirikan Maskapai/Perusahaan  Yahudi bagi persiapan permukiman di Palestina.[13]
Pada tahun 1904 Herzl meninggal, tetapi Zionisme terus menarik pengikut lebih banyak lagi. Ia segera berubah menjadi gerakan yang kuat dengan dibiayai Dana Nasional Yahudi (Keren Kayemeth) yang diorganisasi untuk memperoleh tanah di Palestina, dan oleh Dana Yayasan Palestina (Keren Hayesod). Di AS, organisasi Zionis merekrut sejumlah besar anggotanya dari Eropa Timur yang lari ke Amerika karena penyiksaan orang Rusia terhadap kaum Yahudi. Masyarakat Yahudi lainnya yang ada di AS, seperti kelompok Sephardian[14] (Asia, Afrika dan Spanyol) dan Ashkenazi[15] (Yahudi Jerman) yang lebih makmur, menunjukkan sikap  acuh tak acuh atau bahkan bermusuhan terhadap Zionis[16].
Jauh sebelum kejadian tersebut, istilah Zionisme pernah dipakai untuk menyebut sekelompok orang penganut Yudaisme. Mereka adalah penganut Yudaisme yang menginginkan datangnya Sang Juru Selamat kelak di akhir zaman. Pada masa itu “semua keluarga dunia ini” akan dipanggil ke Kerajaan Tuhan. Kerajaan ini akan dipusatkan di tempat terjadinya  kisah-kisah yang telah dialami Nabi Ibrahim dan Nabi Musa.[17]
Zionisme keagamaan ini hanya menginginkan sebuah pusat kegiatan spiritual yang memungkinkan tersebarnya agama dan kebudayaan Yahudi ke seluruh dunia. Mereka tidak menghendaki sebuah negara tersendiri. Oleh karena itu kehadiran mereka di suatu tempat tidak menyebabkan keresahan. Bahkan mereka bisa bergaul dengan penduduk lainnya yang beragama Islam atau Kristen secara damai.[18]
Zionisme keagamaan inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh sekelompok orang seperti Herzl untuk melegitimasi berdirinya “Negara Yahudi”. Padahal menurut Garaudy, Herzl adalah orang yang ingkar agama. Bahkan dengan keras ia menentang semua orang yang merumuskan Yudaisme sebagai sebuah agama. Dengan mempolitisasi Zionisme,  orang Yahudi di seluruh dunia ikut bergerak dan berbondong-bondonglah datang ke Palestina.[19]
Para Rabbi  (pendeta Yudaisme) Amerika, penentang Herzl, menyatakan ketidaksetujuannya pada rencana mendirikan negara Yahudi di Palestina. Mereka juga menolak ke Palestina. Ternyata protes ini tidak hanya disuarakan para Rabbi saja. Ilmuan Yahudi juga banyak yang ikut memprotes. Yang termasuk kelompok ini antara lain fisikawan Albert Einstein, ahli filsafat Martin Buber, dan Prof. Judah L. Magnis Guru Besar Universitas Hebrew, Yerusalem.[20]   
Dari uraian di atas jelas bahwa ada dua paradigma atau pendapat dikalangan penganut agama Yahudi sendiri  tentang konsep mendirikan “Negara Yahudi” . Pendapat  pertama, mendukung rencana mendirikan “Negara Yahudi”. Menurut mereka “Negara Yahudi  hanyalah masalah  realita, bahwa Yahudi merupakan bangsa. Sedangkan pendapat yang kedua sebaliknya berpendapat bahwa Yudaisme adalah agama dan bukan kebangsaan.
Setidaknya ada dua alasan kenapa ada penolakan terhadap Zionisme. Pertama, berdirinya Negara Yahudi di Palestina akan mengakibatkan terjadinya pertikaian dengan penduduk asli, yang telah bertempat dan bekerja di sana semenjak berabad-abad. Kedua, zionisme akan membangkitkan kecurigaan terhadap orang-orang Yahudi di seluruh dunia. Mereka akan dituduh punya kesetiaan ganda.[21]
Selanjutnya pada pembukaan Konferensi Perdamaian di Paris, delegasi Zionis yang  hadir, baik dari Inggris maupun dari AS berhasil menarik perhatian delegasi lainnya. Pada 25 April 1920 Dewan Tertinggi Sekutu memberikan mandat atas Palestina kepada Inggris, dan pada 22 Juli 1922 Inggris secara formal dinyatakan sebagai pemenang mandat yang disahkan Lembaga bangsa-bangsa (LBB). Mandat itu dengan tugas menyediakan bagi bangsa Yahudi tempat tinggal nasionalnya di Palestina, yang memasukkan ke dalam teksnya kata demi kata yang disebut dengan “Deklarasi Balfour.[22]
Dalam memulai mandat di Palestina atas nama Liga Bangsa-bangsa (LBB) pada 1922, Inggris mendapatkan Palestina dan Transyordan dan ke arah timur hingga Mesopotamia, yang kemudian menjadi Irak. Setelah Memorandum Churchill (1922) pemerintah Inggris memandang  Deklarasi Balfour [23] sebagai tonggak politik yang menunjukkan kebijakan yang selaras dengan zionis untuk menghadapi bangsa Arab. Para negarawan Inggris sadar bahwa dinamit migrasi kaum Zionis secara politk akan meledak di kalangan Arab.
Pada 1939 pemerintah Inggris mengumumkan Naskah Putih berisi prinsip-prinsip baru tentang Palestina. Ketentuan yang terpenting mengenai imigrasi dan transfer tanah. Pada kedua hal ini Inggris mengabulkan tuntutan Arab, yakni para imigran dibatasi hingga 75.000 orang untuk lima tahun berikutnya, dan setelah itu dihentikan; Palestina akan dibagi kedalam tiga zone: pertama, zone yang memperbolehkan transfer tanah dari golongan Arab ke Yahudi, kedua zone yang membatasi tindakan tersebut; dan ketiga, zone yang melarang tindakan transfer itu.[24] Proposal ini ditolak kalangan Arab karena tidak sesuai dengan harapan mereka sementara imigran Yahudi menyalahkan Inggris. Ketegangan internasional memuncak dan pecahlah Perang Dunia ll, September 1939.[25]
Pemerintah Inggris bersama delegasi Palestina mengadakan kongres di London dari September 1946 sampai Februari 1947. Namun kongres tersebut tidak menghasilkan apa-apa tentang Palestina.  Pemerintah Inggris akhirnya menyerah dan melimpahkan masalah Palestina ke PBB dan tidak lagi mendukung proyek Zionisme.
PBB kemudian membentuk komisi khusus untuk mencari penyelesaian masalah Palestina. Komite ini akhirnya mengajukan dua usulan. Pertama, membagi tanah Palestina untuk Yahudi dan Arab, namun dengan kesatuan sistem ekonomi. Kedua, membentuk negara federal antara Yahudi dan Arab.[26] Dan PBB atas desakan AS menolak usulan komite itu. Kemudian melempar masalah Palestina ke forum Sidang Majelis Umum PBB pada 29 November 1947. Pada saat itu pula MU PBB mengadakan pemungutan suara, dan hasilnya keluar resolusi PBB No. 181 yang menetapkankan pembagian tanah Palestina untuk Yahudi dan Arab, serta memberi jangka waktu kekuasaan pemerintah  protektorat Inggris di Palestina sampai Agustus 1948.[27]
Pada tahun berikutnya, 14 Mei 1948, David Ben Gourion mengumumkan secara resmi berdirinya negara Israel dengan berpijak pada legitimasi resolusi PBB No. 181. Beberapa saat setelah pengumuman itu, pemerintah AS menyatakan pengakuannya terhadap negara Israel. Selanjutnya negara baru Israel tersebut berhasil untuk menjadi anggota penuh PBB.[28]
Sejak Israel mendeklarasikan kemerdekaannya tersebut, sejak awal Indonesia telah mengambil suatu politi luar negeri yang tidak mengakui Israel. Simpati Indonesia bersama negara-negara Arab yang Islam. Kebijakan ini seringkali dilihat sebagai refleksi kedekatan Indonesia dengan saudara-saudara Islam. Tetapi lebih dari  itu didasarkan pada nasionalisme Dunia Ketiga yang sudah lama memperjuangkan kemerdekaan dari penjajahan. 


[1] Pada awal abad ketujuh belas Masehi Inggris memelihara dan membantu ideologi Yahudi atas Yerusalem yang berkenaan dengan perhatian untuk melestarikan anak-anak Israel di Yerusalem.
[2] Rahman, Musthafa, Abd ;Jejak-jejak Juang Palestina ,Penerbit Buku Kompas, Jakarta: 2002. Cetakan Pertama hlm xxx1
[3] Lihat, misalnya Kitab Kejadian 15:18, “Pada hari itu Tuhan membuat perjanjian dengan Ibrahim melalui Firman, “Untuk keturunanmu Aku berikan tanah ini, dari sungai Mesir hingga sungai besar, sungai Eufrat. 
[4] Diaspora dalam bahasa Arab al-Shattat berarti keluarnya orang-orang Yahudi dari Palestina karena tertekan oleh kekuasaan Babilonia yang saat itu berkuasa di Palestina. Secara ideologis Yahudi menganggap bahwa Diaspora adalah bentuk pengusiran etnis yahudi dari tanahnya sendiri. Inilah yang menyebabkan orang-orang Yahudi tersebar di seluruh dunia dan tidak memiliki sebuah bangsa. Oleh karena itu orang-orang Yahdu percaya bahwa diaspora hanyalah bersifat temporer, pada saat nanti orang-orang Yahudi pasti akan kembali ke tempat asalnya yaitu Palestina. (Lihat Abd al-wahhab al-Masiri, al-Sira al-Arabi al-Israili, Beirut: Da al-Fikr al-Muasir, 2002.  Cetakan I , hlm 22)
[5] Zion adalah bukit yang diyakini sebagai tempat suci asal-usul mereka dan disebut zionis karena mereka memiliki doktrin kembali ke tempat suci. (Lihat  dalam Israel Not Israel, karangan Anwar M. Aris hlm 28)
[6] Fenomena penindasan terjadi terhadap orang-orang Yahudi yang menetap di Rusia, terutama ketika pengangkatan Alexander II tahun 1881, dan ditetapkan peraturan yang melarang orang-orang Yahudi tinggal dan memiliki harta kekayaan di luar kota-kota besar, pindah dari satu tempat ke tempat yang lain, dan banyak larangan lain yang dikenakan terhadap mereka.
[7] George Lenczowski, ( Drs. Ashgar Bixby, alih bahasa) , Timur Tengah di Tengah Kancah Dunia, Bandung: Penerbit Sinar Baru Algensindo, 1973. Edisi Ketiga hlm 234
[8]  John Bright, A History of Israel. Philadelp/hia, Westminster, 1959. Hlm 17-18
[9] Peter Grose; Israel in the Mind of America, New York, Knopf, 1983. Hlm 88-89
[10] Munculnya gerakan Zionisme disebabkan hak sosial ekonomi, politik, budaya dan agama mereka ditindas ketika mereka terpaksa hidup diaspora dalam beberapa negara. Dari sini kemudian muncul kesadaran orang-orang Yahudi yang hidup di berbagai negara untuk mengakhiri penderitaan yang mereka alami dengan kembali ke negeri leluhur mereka, Palestina. Penindasan yang mereka alami sejak masa “Great diaspora” pada 70 M berlanjut terus di Spanyol, ketika Ferdinand dan Isabella berkuasa, mereka melakukan penindasan dan pengusiran, pembantaian besar-besaran terhadap umat Yahudi, juga terjadi pemaksaan untuk masuk Kristen. (Lihat dalam Mulawarman Hannase, Ideologi Yahudi tentang Yerusalem dan Gerakan Politiknya, Kudus, MESEIFA Jendela Ilmu, 2011. Cetakan l, hlm 112 )
[11] George Lennczowski,Drs. Asghar Bixby (alih bahasa), Timur Tengah di Tengah Kancah Dunia, hlm 235
[12]  Riza Sihbudi,Menyandera Timur-Tengah; Kebijakan AS dan Israel, Jakarta: Mizan 2007. Cetakan l, hlm 103.
[13] Anwar M.  Aris,  Israel Negara Fiktif di Tanah Rampasan,  Jakarta: Rajut Publishing House, 2009. Cetakan Pertama,  hlm 21
[14] Shepardian adalah para imigran yang datang dari Asia dan Afrika
[15] Sedangkan Ashkenazi para imigran yang datang dari Jerman
[16] George Lenczowski, Drs. Asghar Bixby (alih Bahasa), Timur Tengah di Tengah Kancah Dunia,  hlm 235
[17] R. Garaudy, Zionisme: Sebuah Gerakan Keagamaan Dan Politik, Terjemahan, Jakarta: Gema Insani Press,  1988. Hlm 19
[18] Riza Sihbudi dkk,, Profil Negara-Negara Timur Tengah, Pustaka Jaya, Jakarta, 1995, Cetakan Pertama, hlm103
[19] R. Garaudy, R, Zionisme Sebuah Gerakan Keagamaan dan Politik , hlm 104
[20]  Riza Sihbudi,Profil Negara-negara Timur Tengah , hlm 104
[21] R. Garaudy, Zionis: Sebuah Gerakan Keagamaan dan Politik, hlm 222
[22]  Anwar M Aris, Israel Not  Israel Negara Fiktif di Tanah Rampasan, Jakarta: Rajut Publishing House, 2009. Cetakan 1, hlm 24
[23] Balfour adalah nama Menteri Luar Negeri Inggris ketika itu dan dideklarasikan pada 2 Nopember 1917 yang isinya mendukung rencana-rencana zionis yang mengincar bumi Palestina sebagai “tanah air”, tapi Inggris menyangkal bahwa dalam deklarasi tersebut menyetujui “negara yahudi”, namun demikian secara pribadi pejabat-pejabat di Inggris setuju dengan “Negara Yahudi  (Lihal Aris M Anwar, Israel Not Israel Negara Fiktif di Tanah Palestina, hlm 245)
[24] George Lenczowski, Asghar Bixby, Timur Tengah di Tengah Kancah Dunia,  hlm 241
[25] Ibid, hlm 243
[26]  Musthafa  Abd Rahman,  Jejak-jejak Juang Palestina, Jakarta: Penerbit Buku Kompas,2002. Cetakan Pertama,  hlm xxxll
[27] Ibrahim al-Hariti, al-Suhyuniyyah min Babil ila Bush, Beirut: Dar al-Basyar li-al-Thaqafat wa al-‘Ulum, t.th,  hlm 77
[28] Musthafa Abd. Rahman; Jejak-jejak Juang Palestiuna, hlm xxx11 

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © AHMAD RIFA'I - Hatsune Miku - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -