- Back to Home »
- ASAS-ASAS DIDALAM HUKUM TATA NEGARA INDONESIA
Posted by : Unknown
Kamis, 25 April 2013
A. Asas Ketuhanan Yang
Maha Esa
Undang-undang
Dasar merupakan dokumen hukum yang mewujudkan cita-cita bersama setiap rakyat
Indonesia yang berke-Tuhanan Yang Maha Esa. Sesuai dengan pengertian sila
pertama Pancasila sebagaiman termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar,
setiap manusia Indonesia sebagai rakyat dan warga negara Indonesia, diakui
sebagai insan beragama berdasarkan ke-Tuhanan Yang Maha Esa. Paham ke-Tuhanan
Yang Maha Esa tersebut merupakan pandangan dasar dan bersifat primer yang
secara substansial menjiwai keseluruhan wawasan kenegaraan bangsa Indonesia.
Karena itu, nilai-nilai luhur beragama menjadi jiwa yang tertanam jauh dalam
kesadaran, kepribadian dan kebudayaan bangsa Indonesia sehari-hari. Jiwa
keberagamaan dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa itu juga diwujudkan
dalam kerangka kehidupan bernegara yang tersusun dalam Undang-Undang Dasarnya
B. Negara Hukum dan “The Rule of Law”.
Bentuk
pemerintahan Indonesia adalah ‘Republik’.
Disebut Republik, dan bukan Kerajaan (monarchi), karena pengalaman
bangsa Indonesia di masa sebelum kemerdekaan, penuh didliputi oleh sejarah
kerajaan-kerajaan, besar dan kecil di seluruh wilayah Nusantara. Namun, sejak
bangsa Indonesia merdeka dan membentuk negara modern yang diproklamasikan pada
tanggal 17 Agustus 1945, bentuk pemerintahan yang dipilih adalah Republik.
Karena itu, falsafah dan kultur politik yang bersifat ‘kerajaan’yang didasarkan
atas sistem feodalisme dan paternalisme, tidaklah dikehendaki oleh bangsa
Indonesia modern. Bangsa Indonesia menghendaki negara modern dengan pemerintah
“res publica”.
Dalam
konstitusi ditegaskan bahwa negara Indonesia adalah Negara Hukum (Rechtsstaat), bukan Negara Kekuasaan
( Machtsstaat). Di dalamnya terkandung pengertian adanya pengakuan
terhadap prinsip supremasi hukum dan konstitusi, dianutnya prinsip pemisahan
dan pembatasan kekuasaan menurut sistem konstitusional yang diatur dalam
Undang-Undang Dasar, adanya jaminan-jaminan hak asasi manusia dalam
Undang-Undang Dasar, adanya prinsip peradilan yang bebas dan tidak memihak yang
menjamin persamaan setiap warga negara dalam hukum, serta menjamin keadilan
bagi setiap orang termasuk terhadap penyalahgunaan wewenang oleh pihak yang
berkuasa. Dalam paham Negara Hukum itu, hukumlah yang memegang komando
tertinggi dalam penyelenggaraan negara (Pasal 1 ayat(3) UUD1945 perubahan
ketiga), yang sesungguhnya memimpin dalam penyelenggaraan itu sendiri sesuai
dengan prinsip ‘the Rule of Law, and no
of Man’, yang sejalan dengan pengertian nomorcratie,
yaitu kekuasaan yang dijalankan oleh hukum.
Dalam
paham Negara Hukum yang demikian, harus diadakan jaminan bahwa hukum itu
sendiri dibangun dan ditegakan menurut prinsip-prinsip demokrasi. Karena
prinsip supremasi hukum dan kedaulatan hukum itu sendiri pada pokok berasal
dari kedaulatan rakyat. Oleh sebab itu, prinsip negara hukum hendaklah dibangun
dan ditegakan dengan tangan besi berdasarkan kekuasaan belaka (Machtstaat).
Prinsip Negara Hukum tidak boleh ditegakan dengan mengabaikan prinsip-prinsip
demokrasi yang diatur dalam Undang-Undang Dasar. Karena itu perlu ditegaskan
pula bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat yang dilakukan menurut
Undang-Undang Dasar (constitutional democracy) yang diimbangi dengan
penegasan bahwa negara Indonesia adalahnegara hukum yang berkedaulatan rakyat
atau demokratis (democratische rechtsstaat).
C.
Asas Kedaulatan Rakyat dan Demokrasi
Sering
dengan itu, Negara Indonesia juga menganut paham kedaulatan rakyat (democratie).
Pemilik kekuasaan tertinggi sesungguhnya dalam negara Indonesia adalah rakyat.
Kekuasan itu harus disadari berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat
(Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 perubahab ketiga). Bahkan kekuasaan hendaklah
diselenggarakan bersama-sama dengan rakyat. Dalam sistem konstitusional
berdasarkan Undang-Undang Dasar, pelaksanaan kedaulatan rakyat disalurkan dan
diselenggarakan menurut prosedur konstitusional yang ditetapkan dalam hukum dan
konstitusi (constitutional democracy).
.Prinsip kedaulatan rakyat (democratie)
dan kedaulatan hukum (nomocratie) hendaklah diselenggarakan secara
beriringan sebagai dua sisi dari mata uang yang sama. Untuk itulah, maka
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia itu adalah Negara Hukum yang demokratis
(demosratische rechtsstaaf) dan sekaligus adalah Negara Demokrasi yang
berdasar atas hukum (constitutional democracy) yang tidak terpisahkan
satu sama lain. Keduanya juga merupakan perwujudan nyata dari keyakinan segenap
bangsa Indonesia akan prinsip ke-Maha-Kuasaan Tuhan Yang Maha Esa, yang juga
dikonstruksikan sebagai paham kedaulatan Tuhan.
D.
Demokrasi Langsung dan Demokrasi Perwakilan.
Kedaulatan
rakyat (democratie) Indonesia itu diselenggarakan secara langsung dan
melalui sistem perwakilan. Secara langsung, kedaulatan rakyat itu diwujudkan
dalam tiga cabang kekuasaan yang tercermin dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat
yang terdiri dari Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwkilan Daerah; Presidan
dan Wakil Presiden; dan Mahkamah Agung yang terdiri dari Mahkamah Konstitusi
sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman. Dalam menentukan kebijakan pokok
pemerintah dan mengatur ketentuan-ketentuan hukum berupa Undang-Undang Dasar
dan Undang-Undang ( fungsi legislative), serta dalam menjalankan fungsi
pengawasan (fungsi control) terhadap jalannya pemerintahan, pelembagaan
kedaulatan rakyat, itu disalurkan melalui sistem perwakilan, yaitu melalui
Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah. Di daerah-daerah propinsi
dan kabupaten/kota, pelembagaan kedaulatan rakyat itu juga disalurkan melalui
sistem perwakilan, yaitu melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Penyaluran
kedaulatan rakyat secara langsung (direct democracy Pasal 1 ayat 2 UUD
1945 dan perubahan) dilakukan melalui pemilihan umum (Pasal 22E UUD 1945),
pemilihan presiden, dan pelaksana referendum untuk menyatakan persetujuan atau
penolakan terhadap rencana perubahan atas pasal-pasal tertentu dalam
Undang-Undang Dasar. Di samping itu, kedaulatan rakyat dapat pula disalurkan
setiap waktu pelaksanaan hak atas kebebasan berpendapat, hak atas kebebasan
pers, hak atas kebebasan informasi, hak atas kebebasan berorganisasi dan
berserikat serta hak-hak asasi lainnya yang dijamin dalam Undan-Undang dasr
pasal 28. Namun demikian, prinsip kedaulatan yang bersifat langsung itu hendaklah
dilakukan melalui saluran-saluran yang sah sesuai dengan prinsip demokrasi perwakilan. Sudah
seharusnya lembaga perwakilan rakyat dan lembaga perwakilan daerah diberdayakan
fungsinya dan pelembagaanya, sehingga dapat memperkuat sistem demokrasi yang
berdasar atas
E.
Pemisahan Kekuasaan dan “Check and Balances”
Prinsip
kedaulatan yang berasal dari rakyat tersebut di atas selama ini hanya diwujudkan
dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat (Pasal2.3 UUD 1945 perubahan ketiga) yang
merupakan penjelmaan seluruh rakyat, pelaku sepenuhnya kedaulatan rakyat, dan
yang diakui sebagai lembaga tertinggi negara dengan kekuasaan yang tidak
terbatas. Dari Majelis inilah, kekuasaan rakyat itu dibagi-bagikan secara
vertical ke dalam lembaga-lembaga tinggi negara yang berada di bawahnya. Karena
itu prinsip yang dianut disebut sebut sebagai prinsip pembagian kekuasaan (devision
or distribution of power). Akan tetapi, dalam Undang-Undang dasar ini,
kedaulatan rakyat itu ditentukan dibagikan secara horizontal dengan cara memisahkannya
(separation of power) menjadi
kekuasaan-kekuasaan yang dilimpahkan sebagai fungsi lembaga-lembaga negara yang
sederajat dan saling mengendalikan satu sama lain berdsarkan prinsip ‘checks
and balances’.
Cabang
kekuasaan legislatif tetap berada di Majelis Permusyawaratan Rakyat tetapi Majelis ini terdiri dari dua
lembaga perwakilan yang sederajat dengan lembaga negara lainnya. Untk
melengkapi pelaksanaan tugas-tugas pengawasan, disamping lembaga legislatif,
dibentuk pula Badan Pemeriksa Keuangan. Cabang kekuasaan eksekutif berada di tangan Presidan dan Wakil Presiden.
Untuk memberikan nasehat dan saran kepada Presiden dan Wakil Presiden, dibentuk
Dewan Pertimbangan Presiden yang tidak lagi mempunyai kedudukan sebagai lembaga
tinggi negara seperti sebelumnya. Sedangkan cabang kekuasaan kehakiman atau
yudikatif dipegang oleh Mahkamah yang terdiri atas Mahkamah Agung dan Mahkamah
Konstitusi.
Majelis
Permusyawaratan Rakyat tetap merupakan lembaga yang tersendiri disamping
fungsinya sebagai rumah penjelmaan seluruh rakyat yang terdiri atas anggota
Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah. Prinsip perwakilan daerah
dalam Dewan Perwakilan Daerah harus dibedakan hakikatnya dan prinsip perwakilan
rakyat dalam Dewan Perwakilan Rakyat. Maksudnya ialah agar seluruh aspirasi
rakyat benar-benar dapat dijelmakan ke dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat
yang terdiri atas anggota kedua dewan itu. Kedudukan Majelis Permusyawaratan
Rakyat yang berdiri sendiri, disamping terdiri alas kedua lembaga perwakilan
itu menyebabkan struktur parlemen Indonesia, terdiri alas tiga pilar yaitu MPR,
DPR, dan DPD (trikameral) yang sama-sama mempunyai kedudukan yang sederajat
dengan Presiden dan pelaksana kekuasaan Kehakiman yang terdiri atas Mahkamah
Konstitusi dan Mahkamah Agung. Ketiga cabang kekuasaan legislative, eksekutif,
dan yudikatif itu sama-sama sederajat dan saling mengontrol satu sama lain
sesuai dengan prinsip ‘checks and balances’. Dengan adanya prinsip ‘checks and
balances’ ini maka kekuasaan negara dapat diatur, dibatasi bahkan dikontrol
dengan sebaik-baiknya, sehingga penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat
penyelenggara negara ataupun pribadi-pribadi yang kebetulan sedang menduduki
jabatan dalam lembaga-lembaga yan bersangkutan dapat dicegah dan ditanggulangi
dengan sebaik-baiknya.
F.
Sistem Pemerintah Presidentiil
Pertama
dalam sistem pemerintahan presidentiilini, Presiden dan Wakil Presiden
merupakan satu institusi penyelenggaraan kekuasaan eksekutif negara yang
tertinggi di bawah Undang-Undang Dasar. Dalam sistem ini tidak dikenal dan
perlu dibedakan adanya kepala negara dan kepala pemerintah. Keduanya adalah
Presiden dan Wakil Presiden. Dalam menjalankan pemerintah negara, kekuasaan dan
tanggung jawab politik berada di tangan Presiden (concentration of power ang
responsibility upon the President).
Kedua,
Presidaen dan Wakil Presiden dipilih oleh rakyat secara langsung, dan karena itu secara politik tidak bertanggung
jawab kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat atau lembaga parlemen, melainkan
bertanggung jawab langsung kepada rakyat yang memilihnya (Pasal 1 ayat 2 jo
Pasal 4ayat 1 UUD1945 setelah perubahan).
Ketiga,
Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat dimintakan pertanggungjawabannya secara
hukum apabila Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran hukum dan
konstitusi. Dalam hal demikian, Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat dituntut
pertanggungjawaban oleh Dewan Perwakilan Rakyat untuk disidangkan dalam Majelis
Permusyawaratan Rakyat, yaitu sidang gabungan antara Dewan Perwakilan Rakyat dan
Dewan Perwakilan Daerah, menurut prosedur hukum tata negara, sebelum proses
hukumnya (pidana) dapat diteruskan untuk diselesaikan menurut prosedur
peradilan pidana.
Keempat,
dalam hal terjadi kekosongan dalam jabatan Presiden atau Wakil Presiden, pengisiannya
dapat dilakukan melalui pemilihan dalam sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Akan tetapi, hal itu tetap tidak mengubah prinsip pertanggung jawaban Presiden
kepada rakyat, dan tidak kepada parlemen.
Kelima,
para Menteri adalah pembantu Presiden dan Wakil Presiden. Menteri diangkat dan
diberhentikan oleh Presiden, dan karena itu bertanggungjawab kepada Presiden,
bukan dan tidak bertanggungjawab kepada parlemen (Pasal17 UUD 1945 setelah
perubahan). Kedudukannya tidak tergantung kepada parlemen. Akan tetapi, karena
pentingnya kedudukan para Menteri itu, maka kewenangan Presiden untuk
mengangkat dan memberhentikan Menteri tidak boleh bersifat mutlak, tanpa
control parlemen.
Para
menteri adalah pemimpin pemerintah dalam bidangnya masing-masing. Merekalah
yang sesungguhnya merupakan pemimpin pemerintah sehari-hari. Karena itu, para
Menteri hendaklah bekerja sama yang seerat-eratnya dengan Dewan Perwakilan
Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah. Untuk itu, dalam mengangkat Menteri,
meskipun tidak mengikat, Presiden harus sungguh-sungguh memperhatikan pendapat’
Dewan Perwakilan Rakyat. Bahkan, susunan kabinet dan jumlah menteri yang akan
diangkat, karena berkaitan dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara,
ditetapkan oleh Presiden ‘dengan persetujuan’ Dewan Perwakilan Rakyat. Dengan
demikian, Presiden tidak dapat mengangkat dan memberhentikan para Menteri
dengan seenaknya.
Keenam,
untuk membatasi kekuasaan Presiden yang kedudukannya dalam sistem presidential
sangat kuat sesuai dengan kebutuhan untuk menjamin stabilitas pemerintah,
ditentukan pula bahwa masa jabatan Presiden lima tahunan tidak boleh dijabat
oleh orang yang sama lebih dari dua masa jabatan. Di samping itu, beberapa
badan atau lembaga negara dalam lingkunga cabang kekuasaan eksekutif ditentukan
pula independensinya dalam menjalankan tugas utamanya. Lembaga-lembaga
eksekutif yang dimaksudkan adalah Bank Indonesia sebagai bank sentral,
Kepolisian Negara dan Kejaksaan Agung sebagai aparatur penegakan hukum, dan
Tentara Nasional Indonesia sebagai aparatur prtahanan negara.
Meskipun
keempat lembaga tersebut berada dalam ranahkekuasaan eksekutif, tetapi dalam
menjalankan tugas utamanya tidak boleh dipengaruhi oleh kepentingan politik
pribadi Presiden. Untuk menjamin hal itu, maka pengangkatan dan pemberhentian
Gubernur dan Wakil Gubernur Bank Indonesia, Kepala Kepolisian Negara, Jaksa
Agung, dan Panglima Tentara Nasional Indonesia hanya dapat dilakukan oleh
Presiden setelah mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat.
Pemberhentian para pejabat tinggi pemerintah tersebut tanpa didahului dengan
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat hanya dapat dilakukan oleh Presiden apabila
yang bersangkutan terbukti bersalah dan karena itu dihukum berdasarkan vonis
pengadilan yang bersifat tetap karena melakukan tindak pidana menurut tata cara
yang diatur dengan undang-undang.