- Back to Home »
- HUKUM SEBAGAI ILMU PENGERTIAN DAN HUKUM SEBAGAI ILMU KENYATAAN
Posted by : Unknown
Rabu, 24 April 2013
A.
ILMU HUKUM SEBAGAI ILMU PENGERTIAN
Ilmu
pengertian hukum adalah ilmu yang memuat pengertian-pengertian pokok dalam hukum, karena ilmu hukum seperti halnya ilmu-ilmu yang lain
banyak istilah-istilah yang perlu dijelaskan arti maksud dalam istilah tersebut
sehingga kita terutama pemula yang ingin mengenal dan mempelajari hukum dapat mengerti
arti maksud istilah-istilah hukum tersebut dengan jelas.[1]
Peraturan
hukum menggunakan pengertian-pengertian atau untuk menyampaikan kehendaknya.
Pengertian-pengertian ini merupakan abstraksi dari sesuatu atau barang yang
bersifat konkrit dan abstrak. Dengan menggunakan kata kendaraan, misalnya ia
hendak menghindari keharusan untuk menyebut satu persatu barang yang hendak
diaturnya, ia tidak perlu memerinci sebutan mobil, motor, sepeda, gerobak dan
sebagainya. Dengan demikian maka cara penyampaiannya menjadi lebih ekonomis.[2]
Pengertian-pengertian
hukum itu ada yang diangkat dari pengertian sehari-hari dan ada pula yang
diciptakan secara khusus sebagai suatu
pengertian tehnik. Jual beli, ganti rugi dan
semacam itu, merupakan pengertian-pengertian hukum yang diangkat dari
pengertian sehari-hari.[3] Lain
halnya dengan pengertian-pengertian seperti: Subyek hukum, masyarakat hukum,
hubungan hukum dan yang semacamnya makna yang diberikan kepadanya hanyalah yang
diberikan oleh hukum. Pengertian hukum merupakan suatu kategori tertentu dalam
konteks berpikir secara hukum dan oleh karenanya hanya boleh diartikan dalam
konteks itu pula, seperti: masyarakat
hukum, subyek hukum, peranan hukum, peristiwa hukum, hubungan hubungan hukum,
obyek hukum, akibat hukum, hak dan kewajiban dan lain sebagainya yang dianggap
relevan.
1.
Masyarakat Hukum
Masyarakat
hukum (rechtsgemeen schappen) adalah sekelompok
orang yang hidup dalam suatu wilayah tertentu dimana di dalam kelompok tersebut
berlaku suatu rangkaian peraturan yang menjadi tingkah laku bagi setiap
kelompok dalam pergaulan hidup mereka[4].
Peraturan-peraturan itu
dibuat oleh kelompok itu sendiri dan
berlaku bagi mereka sendiri. Suatu aturan tersebut kadang-kadang diciptakan dan
dikehendaki oleh para anggota masyarakat, adakalanya disebabkan oleh kebiasaan
yang dilakukan secara berulang-ulang dan masyarakat lainnya mengikutinya,
karena mereka yakin bahwa yang
dilakukannya tersebut memang seharusnya demikian, yang dikenal dengan sebutan masyarakat adat. Hal ini sesuai dengan
pandangan Roscou Pound yang menyatakan bahwa hukum yang baik adalah
hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup dalam masyarakat. Sesuai disini bahwa
hukum itu mencerminkan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.[5]
Kelompok masyarakat
tersebut terjadi karena kodrat manusia itu sendiri sebagai makhluk sosial yang
selalu ingin hidup berkelompok, karena manusia sebagai individu tidak dapat
mencapai kebutuhan hidupnya tanpa bantuan manusia lainnya. Hal inilah yang
menjadi salah satu sebab mengapa manusia selalu cenderung untuk hidup bersama
dengan sesamanya. Sebagaimana ajaran Aristoteles
yang menyatakan bahwa manusia itu
adalah ZOON POLITICON, artinya bahwa
manusia itu sebagai makhluk pada dasarnya selalu ingin bergaul dan berkumpul
dengan sesama manusia lainnya.[6]
Dengan sadar atau tidak manusia dipengaruhi
oleh peraturan-peraturan hidup bersama yang mengekang hawa nafsu dan mengatur
hubungan antar manusia. Peraturan-peraturan hidup itu memberi ancer-ancer
perbuatan mana yang boleh dijalankan dan perbuatan mana yang harus dihindari.[7]
Sebagai contoh suku bangsa di Indonesia akan tampak suatu masyarakat yang
terdiri dari kelompok-kelompok yang berhubungan satu dengan yang lainnya dan
akan selalu berusaha agar dalam pergaulan bermasyarakat tersebut menciptakan
suasana tertib, damai dan aman dengan cara dan kebiasaan yang berbeda-beda.
Prof. C. Van Vollenhoven dalam bukunya tentang hukum adat Indonesia menunjukkan
bahwa hukum adat di Indonesia adanya
ciri-ciri khas tertentu baik watak, maupun wilayah hukum dari masyarakat adat
tersebut di atas. Misalnya van Vallenhoven membagi 19 wilayah hukum yang
masing-masing mempunyai ciri-ciri khas, misalnya daerah Minangkabau, yang
mempunyai sistem kekeluargaan matrialchaal, Tapanuli yang mempunyai sistem
kekeluargaan parental, Aceh dan Sulawesi Selatan di mana Hukum Islam banyak
telah meresap dalam Hukum Adat, dan lain-lain.[8]
Demikian gambaran
ringkas tentang masyarakat hukum Indonesia tentunya masih banyak contoh-contoh
masyarakat hukum baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
[1] Satjipto, Rahardjo, Prof., DR., SH.,
Ilmu Hukum, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000. Cet ke-v, hlm
323
[4] Soeroso, R., SH., Pengantar Ilmu
Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2009. Cet. Ke sebelas. Hlm 298
[5] Rasjidi, Lili, Prof. DR. SH, S.Sos, LLM dan Rasjidi Thania, SH, MH, Dasar-dasar Filsafat Dan Teori Hukum,
Penerbit PT. CitraAditya Bakti, Bandung 2004. Cet. Ke-IX, hlm 66.
[6] Kansil, CST, DRS, SH, Pengantar
Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, PN. Balai Pustaka, Jakarta 1979.
Cetakan kedua, hlm 27