- Back to Home »
- Perbuatan Hukum
Posted by : Unknown
Rabu, 24 April 2013
Dalam pergaulan hidup
manusia, tiap hari manusia selalu melakukan aktifitas baik untuk memenuhi kepentingannya maupun hanya untuk
berinteraksi dengan sesamanya. Aktifitas tersebut mungkin perbuatan yang
disengaja atau perbuatan yang tidak sengaja. Segala perbuatan yang dilakukan
manusia secara sengaja dilakukan oleh seseorang untuk menimbulkan hak kewajiban-kewajiban dinamakan perbuatan hukum. Misalnya membuat surat
wasiat, membuat persetujuan-persetuan dan semacamnya.[1]
Dengan kata lain bahwa Perbuatan Hukum
adalah setiap perbuatan subyek hukum (manusia atau badan hukum) yang akibatnya
diatur oleh hukum, karena akibat itu bisa dianggap sebagai kehendak dari yang
melakukan hukum.
Untuk adanya suatu perbuatan hukum harus disertai dengan
pernyataan kehendak dari yang melakukan perbuatan
hukum tersebut dan akibat dari perbuatan itu diatur oleh hukum. Dan
pernyataan kehendak pada asasnya tidak terikat dengan bentuk-bentuk tertentu
dan tidak ada pengecualiannya. Oleh karena itu bentuk pernyataan kehendak dapat
terjadi:
1.Pernyataan
kehendak secara tegas, dapat dilakukan dengan:
a.
Tertulis, yang dapat terjadi antara lain; ditulis sendiri, ditulis oleh pejabat
tertentu ditanda-tangani oleh pejabat
itu, disebut juga akte otentik atau akte
resmi seperti mendirikan PT dan semacamnya.
b.
Mengucapkan kata, pernyataan kehendak ini cukup dengan mengucapka katasetuju,
misalnya dengan mengucapkan ya, dan semacamnya.
2.
Pernyataan kehendak secara diam-diam dapat diketahui dari sikap atau perbuatan,
misalnya; sikap diam yang ditunjukkan dalam
rapat berarti setuju, seseorang gadis yang ditanya oleh orang tuanya untuk
dinikahkan dengan seorang pemuda gadis itu diam berarti setuju[2].
Adapun
perbuatan hukum itu terdiri dari:
a. Perbuatan hukum sepihak
Ialah
perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu pihak saja dan menimbulkan hak dan
kewajiban pada satu pihak pulka. Contoh:
·
Perbuatan
membuat surat wasiat (pasal 875 KUH Perdata)
·
Pemberian
hibah sesuatu benda (pasal 1666 KUH Perdata
b. Perbuatan hukum dua pihak
Ialah perbuatan hukum yang dilakukan
oleh dua pihak dan menimbulkan hak-hak
dan kewajiban-kewajiban bagi kedua pihak (timbal balik) misal: persetujuan jual
beli (pasal 1457), perjanjian sewa menyewa (pasal 1548 KUH Perdata), dan
lain-lain.[3]
Adapun
perbuatan yang akibatnya tidak dikehendari oleh yang tersangkut adalah bukan
perbuatan hukum, meskipun perbuatan tersebut diatur oleh peraturan hukum. Jadi
dapat dikatakan bahwa kehendak dari yang melakukan perbuatan itu menjadi unsur
pokok dari perbuatan tersebut.
Bukan
perbuatan hukum ada dua macam:
1. Perbuatan
hukum yang dilarang oleh hukum.
Perbuatan ini menjadi akibat hukum yang
tak tergantung pada kehendak. Contoh:
a. Zaakwaarneming,
ialah tindakan mengurus kepentingan orang lain tanpa diminta oleh orang itu
untuk kepentingannya. Misalnya: A sakit, sehingga tidak dapat mengurus
kepentingannya. Tanpa diminta oleh A, B mengurus kepentingan A. B wajib
meneruskan mengurus itu sampai A sembuh dan dapat mengurus kepentingannya
kembali.
Hal ini sesuai dengan pasal 1354 KUH
Perdata, “Jika seorang dengan sukarela, dengan tidak mendapat perintah untuk
itu, mewakili urusan orang lain dengan atau tanpa pengetahuan orang lain, maka
ia secara diam-diam mengikat dirinya untuk meneruskan serta menyelesaikan
urusan tersebut, sampai orang yang diwakili kepentingannya dapat mengerjakan
segala sesuatu yang termasuk urusan
tersebut. Ia memikul segala kewajiban yang harus dipikulnya, seandainya iua
dikuasakan dengan suatu pemberian kuasa yang dinyatakan dengan tegas.
b. Onverschultigde
betaling, ialah orang yang membayar utang kepada
orang lain, karena ia mengira mempunyai utang yang sebenarnya tidak. Untuk ini
diatur oleh pasal 1359 KUH Perdata, yang berbunyi: “Tiap-tiap pembayaran
memperkirakan adanya suatu utang. Apa yang telah dibayarkan dengan tidak
diwajibkan, dapat dituntut kembali”.
Terhadap perkiraan-perkiraan bebas, yang
secara sukarela telah dipenuhi, tak dapat dilakukan penuntutan kembali.
2. Perbuatan yang dilarang oleh hukum (onrechtmatige daad)
Perbuatan yang dilarang
oleh hukum atau perbuatan melawan hukum yang lazimnya disebut “onrechtmatige daad” adalah sesuatu
perbuatan yang menimbulkan kerugian kepada
orang lain dan mewajibkan sipelaku/pembuat yang bersalah untuk mengganti
kerugian yang ditimbulkannya (KUHPerdata pasal 1365). Perbuatan melawan hukum tersebut diatur dalam pasal 1365-1380 KUH
Perdata.[4]
Perbuatan tersebut
dikatakan melawan hukum, apabila perbuatan itu bertentangan dengan hukum pada
umumnya. Yang dimaksud dengan hukum bukan hanya berupa undang-undang saja,
melainkan termasuk juga hukum tak tertulis, yang harus ditaati oleh masyarakat.
Kerugian maksudnya adalah kerugian-kerugian
yang ditimbulkan oleh perbuatan melawan
hukum tersebut antara lain: kerugian-kerugian dan perbuatan-perbuatan itu harus
ada hubungannya secara langsung, kerugian itu ditimbulkan karena kesalahan
pembuat/pelaku.
Sedangkan yang dimaksud
dengan kesalahan ialah apabila pada pelaku ada kesengajaan atau kealpaan
(kelalaian).Contohnya; Kasus pada tahun 1910 seorang nona menempati kamar atas
di suatu rumah bertingkat di kota Kutphendid Nederland. Di kamar bawahnya ada
suatu gudang milik seorang pengusaha. Di musim dingin dan udara sangat dingin
telah memecahkan pipa air di gudang, sehingga air membanjiri gudang tersebut.
Berkenaan dengan kejadian tersebut, pengusaha meminta kepada gadis tadi untuk
menutur kran air, tetapi sigadis itu menolaknya. Karena kran-kran yang berada
di kamar merupakan satu-satunya jalan untuk mengatasi banjir yang diakibatkan
pecahnya kran tersebut, sedang gadis tadi tidak mau menutup krannya,
barang-barang yang ada di gudang pengusaha tersebut basah dan rusak. Atas
kerugian tersebut pengusaha tersebut mengadukan hal tersebut kepada hakim.[5]
Dalam kasus tersebut,
keputusan hakim menyatakan bahwa si gadis tidak diwajibkan mengganti kerugian.
Hakim berpendapat, si gadis tidak melakukan perbuatan melawan hukum.
Dari kasus keputusan
ini berarti hakim menafsirkan KUH Perdata pasal 1365 secara sempit lainhalnya
contoh dalam kasus Cohen yang menafsirkan pasal 1365 secara luas yakni perbuatan
melawan hukum itu tidak hanya terdiri atas suatu perbuatan, tetapi juga dapat
dalam hal tidak berbuat sesuatu.
Dalam KUH Perdata
ditentukan pula bahwa setiap orang tidak hanya bertanggung-jawab atas kerugian
yang disebabkan karena perbuatannya sendiri namun dapat juga terhadap kerugian
yang disebabkan oleh perbuatan-perbuatan orang yang ditanggungnya, atau karena
barang-barang yang berada di bawah pengawasannya antara lain:
·
Orang
tua bertanggung jawab terhadap kerugian yang ditimbulkan karena perbuatan
anaknya yang belum cukup umur yang berdiam bersama mereka.
·
Seorang
majikan bertanggung-jawab terhadap kerugian yang ditimbulkan oleh bawahannya
dalam melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang ditugaskan kepada mereka.
·
Guru
sekolah bertanggung-jawab terhadap kerugian yang ditimbulkan karena
perbuatan-perbuatan murid selama berada dalam pengawasannya.[6]
Kerugian-kerugian
yang dapat ditimbulkan dapat berupa kerugian harta benda, menurunnya kesehatan
atau tenaga kerja .Misalnya: Seorang supir bekerja pada suatu perusahaan
pengangkutan. Pada suatu ketika sopir tersebut menimbulkan kecelakaan karena kurang
berhati-hatinya si supir. Seorang laki-laki mendapat luka-luka sehingga
terpaksa di rawat di rumah sakit. Perusahaan pengangkutan tersebut dapat
dituntut untuk membayar ganti kerugian dari biaya perawatan, harga obat, honor
dokter dan pengurangan penghasilan sebagai akibat dari kecelakaan tersebut.
Seandainya si korban meninggal dunia, maka isteri, anak-anak, orang tua yang
selama itu menjadi tanggungannya (almarhum korban) berhak menuntut ganti
kerugian yang jumlahnya ditentukan menurut kedudukan dan kekayaan masing-masing
pihak dan menurut keadaannya (KUH Perdata pasal 1370).
Selain
yang tersebut di atas Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHP) pasal 1372 juga
memungkinkan pengajuan suatu tuntutan perdata dalam hal penghinaan yakni
menuntut ganti kerugian dan kerugian untuk mengembalikan nama baik dan
kehormatan.
mas, boleh tau judul buku footnote nomor 3 gak?
BalasHapus