- Back to Home »
- Hak dan Kewajiban
Posted by : Unknown
Rabu, 24 April 2013
Hukum melindungi
kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu kekuasan kepadanya untuk
bertindak dalam rangka kepentingan tersebut. Pengalokasian kekuasaan ini
dilakukan secara terukur, dalam arti, ditentukan keluasan dan kedalamannya.
Kekuasaan yang demikian disebut sebagai hak.
[1]
Dengan demikian tidak setiap kekuasaan dalam masyarakat itu bisa disebut hak,
melainkan kekuasaan tertentu saja, yaitu yang diberikan oleh hukum. Hal ini
sejalan dengan pandangan Paton dan Meijers yang mendefinisikan hak
sebagai suatu kewenangan seseorang yang diakui oleh hukum untuk menunaikan
kepentinmgannya[2]
Agak berbeda dari Paton dan Meijers, Houwing memandang hak sebagai suatu kepentingan yang dilindungi oleh hukum dengan
cara tertentu.[3]
Ia melihat makna hak sema-mata untuk melindungi mereka yang berkepentingan
melakukan tindakan guna kepentingan mereka. Artinya adanya hak itu karena
diakui atau dilindungi oleh hukum.
Adapun Prof. Mr. L.J.
van Apeldorn dalam bukunya “Inleiding tot
de studie van het Nederlandse Recht”
mengatakan bahwa “Hak adalah hukum yang dihubungkan dengan seorang manusia atau subyek hukum tertentu dan dengan
demikian menjelma menjadi kekuasaan” dan hak timbul apabila hukum mulai
bergerak. Misalnya: menurut hukum si A berhak atas ganti rugi[4]. Menurut
Paton dan Meijers mendefinisikan hak
adalah suatu kewenangan seseorang yang diakui oleh hukum untuk menunaikan
kepentingannya.[5]
Antara hak dan
kewajiban terdapat hubungan yang sangat erat. Yang satu mencerminkan adanya
yang lain. Kita mengatakan bahwa si A mempunyai suatu kewajiban untuk melakukan
sesuatu, apabila perbuatan si A itu ditujukan kepada orang tertentu, yaitu si
B. Dengan melakukan suatu perbuatan yang ditujukan kepada B itu, A telah
menjalankan kewajibannya. Sebaliknya, karena adanya kewajiban pada B itulah, A
mempunyai hak. Hak itu berupa kekuasaan yang bisa diterapkannya terhadap B,
yaitu berupa tuntutan untuk melaksanakan kewajibannya.
Hak yang berhubungan
dengan kewajiban merupakan peranan fakultatif karena boleh tidak dilaksanakan,
sedangkan kewajiban adalah peranan imperatif karena tidak boleh tidak
dilaksanakan.[6]
Misalnya: A mempunyai piutang kepada B, maka A wajib melunasi piutang kepada B,
dan B berhak menagih hutang A.
Selain itu ada hak yang merupakan hubungan hukum kekuasaan dan
kewenangan dan dalam ilmu hukum hak disebut juga dengan hukum subyektif.[7] Hukum subyektif merupakan segi aktif
dari pada hubungan hukum. Hak ini sering tidak hanya meliputi suatu
kewenangan/hak saja, tetapi kadang-kadang merupakan suatu kumpulan hak/kewenangan, misalnya: eigendom (pemilikan.)
Dalam pasal 570 KUH
Perdata disebutkan, bahwa hak milik
adalah hak untuk menikmati kegunaan suatu kebendaan dengan cara bagaimanapun
juga asal tidak bertentangan dengan Undang-undang atau peraturan umum yang
ditetapkan oleh suatu kekuasaan yang berhak menetapkan, dan tidak mengganggu
hak-hak orang lain, karena ada kewajiban kepada si B itulah, A mempunyai suatu
hak.
Hak
ternyata tidak hanya mengandung unsur perlindungan
dan kepentingan, melainkan juga kehendak.
Apabila saya memiliki sebidang tanah, maka hukum memberikan hak kepada
saya dalam arti bahwa kepentingan saya atas tanah tersebut mendapatkan
perlindungan. Namun perlindungan itu tidak hanya ditujukan terhadap kepentingan
saya saja, melainkan juga terhadap kehendak saya terhadap tanah itu. Saya bisa
memberikan atau mewariskan tanah itu kepada orang lain dan hal itupun termasuk
hak saya.
Hak dapat ditinjau dari beberapa segi, yaitu dari segi eksistensi hak itu sendiri, dari
segi keterkaitan hak itu dalam kehidupan bernegara dan dari segi keterkaitan
hak itu dalam kehidupan bermasyarakat. Dari segi eksistensi terdapat dua macam
yaitu hak orisinal dan hak derivatif. Dalam kaitannya dengan kehidupan
bernegara, terdapat hak-hak dasar dan hak-hak politik. Dari segi keterkaitan
antara hak itu dan kehidupan bermasyarakat terdiri dari hak-hak mutlak (hak-hak
absolut) dan hak-hak relatif.[8]
Pembedaan Hak Mutlak (Hak Absolut) dan Hak Nisbi (Hak
Relatif).[9]
1. Hak mutlak adalah hak yang memberikan
wewenang kepada seseorang untuk melakukan sesuatu perbuatan, hak mana dapat
dipertahankan terhadap siapapun juga, dan sebaliknya setiap orang juga harus
menghormati hak tersebut.
Hak Mutlak dapat pula dibagi dalam tiga
golongan:
a. Hak Asasi Manusia, misalnya hak
seseorang untuk dengan bebas bergerak dan tinggal dalam suatu negara.
b. Hak Publik Mutlak, misalnya Hak Negara untuk
memungut pajak dari rakyatnya.
c. Hak Keperdataan, mislanya:
1. Hak marital, yaitu hak seorang suami
untuk menguasai istrinya dan harta benda-benda istrinya.
2. Hak /Kekuasaan Orang Tua (Ouderlijke Macht)
3. Hak Pengampunan (curatele)
2. Hak Nisbi
Hak
Nisbi/Hak Relatif adalah hak yang memberikan
wewenang kepada seseorang tertentu atau beberapa orang tertentu untuk menuntut
agar supaya seseorang atau beberapa orang lain tertentu memberikan sesuatu,
melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu.
Hak relatif sebagian besar terdapat
dalam Hukum Perikatan (bagian dari Hukum Perdata) yang timbul berdasarkan
persetujuan-persetujuan dari pihak-pihak yang bersangkutan.
Contoh: Dari persetujuan jual beli
terdapat hak relatif:
a. Hak penjual untuk menerima pembayarannya
danb kewajibannya untuk menyerahkan barang kepada pembeli.
Hak pembeli untuk
menerima barang dan kewajibannya untuk melakukan pembayaran kepada penjual.
[1] Rahardjo, Satjipto, Op-Cit,
hlm 53
[2] P. Van Dijk et al, Van Apeldorn’s. Inleiding
tot de Studie van het Nederlands Recht’ WE.J.Tjeenk-Willijk, 1985, hlm. 46
[3] Ibid
[4] Kansil, CST,SH., Op-Cit, hlm
120
[5] Marzuki, Mahmud, Peter, Prof. DR. SH, MS., LL.M., Op-Cit, hlm 176
[6] Arrasyid, Chainur, Prof., SH., Dasar-dasar
Ilmu Hukum, Penerbit Sinar Grafika,Jakarta, 2008. Cetakan ke lima, hlm 112
[7] Soeroso, R, Pengantar Ilmu Hukum,
Sinar Grafika, Jakarta,2009. Cet, kesebelas, , hlm. 209
[8] Marzuki, Mahmud, Peter, Op-Cit,
hlm 185