- Back to Home »
- CITA- CITA MENURUT TASAWUF
Posted by : Unknown
Kamis, 18 April 2013
Tiap-tiap
manusia wajib mempunyai gambarran yang sempurna untuk apa yang diikhendaki
terjadinya didalam hidup yang akan datang. Banyak orang menanyakan dirinya akan
jadi apa aku kelak?. Maka gambaran yang berada dalam fikiran kita yang kita kehendaki
tercapainya di dalam kenyataan dan untuk menjawab pertanyaan tersebut, disebut
menurut ahli pena sekarang ini adalah “Ideal” atau “cita-cita”.
Cita-cita
itu mempunyai pengaruh di dalam jiwa dan selalu terbayang dihadapan pandangan
manusia, menarik kearahnya dan mengajaknya agar menyatakannya. Sungguh
perbuatan manusia dan perjalanannya di dalam hidup itu menunjukan kepada apa
yang menjadi cita-citanya.
1.
Perbedaan
cita-cita
Berbedalah cita-cita pada manusia, hampir
seperti perbedaan bilangan kepala mereka. Ini cita-citanya menjadi orang kaya
yang bersenang-senang dengan segala kelezatan hidup. Itu cita-citanya menjadi
orang sempurna akalnya yang mendalam dalam ilmu-ilmu. Dan lainnya bercita-cita
menjadi nasionalis yang mempertahankan hak-hak tanah airnya dan menjunjung
derajat bangsanya. Demikian pula berbeda menurut mudah (murni atau asli) dan
sukarnya (tersusun), karena terkadang cita-cita seseorang adalah gambaran yang
mudah dan murni dan yang digambarkannya dari apa yang ia dengar dari kedua
orang tuanya, dan terkadang cita-citanya itu gambaran yang tersusun dan sukar yang
telah digambarkannya setelah menyelidiki etika secara pengetahuan dan sehingga mengetahui keutamaan
lalu menyusunnya apa yang dianggap benar setelah dilihat dari ukuran baik dan
buruk. Bahkan manusia cita-citanya berbeda dari satu waktu ke waktu lain dan
satu bangsa berbeda juga cita-citanya bila meningkat ketingkatan yang tinggi
dan suatu bangsa tidak sukar mendapat cia-cita, karena cita-cita itu banyak dan
tidak terbilang. Akan tetapi yang sukar ialah cara memilih yang lebih baik
dan lebih cocok.
2.
Tumbuhnya
cita-cita
Hampir
tiap-tiap manusia mempunyai cita-cita akan tetapi tidak tahu datangnya dari
mana. Karena cita-cita itu terbentuk beserta manusia dalam permulaannya dan
tumbuh bersama tumbuhnya manusia, dan tiada hal baru yang terpisah sehingga dapat
merasakannya, mengetahui kapan datangnya dan dari mana datangnya. Cita-cita itu
terbentuk sebagai biji di masa pendidikan rumah tangga, dan apa yang
didengarnya dari dongeng, lalu datangnya perubahan bila terdapat baru dari
cerita yang dibacanya atau memuliakan perbuatan yang besar atau mencela perbuatan
yang rendah dan sungguh dalam watak anak-anak di dalam permulaan hidupnya suka
mendengarkan cerita pahlawan yang melakukan perbuatan baik dan kejadian yang
mengherankan, itulah faktor tumbuhnya cita-cita pada mereka.